Friday 25 August 2017

Apofasis atau Preterisio (Gaya Bahasa Retoris)

Apofasis atau Preterisio (Gaya Bahasa Retoris)


Apofasis atau disebut preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal (Keraf, 2010: 130). Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya menyangkalnya (Tarigan, 2009: 86). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apofasis atau preterisio adalah sejenis gaya bahasa yang menggunakan kata-kata untuk menyangkal fakta yang sebenarnya.
Contoh:

  1. Jangan khawatir, aku tidak akan berbicara kepada siapapun bahwa kamu telah mencuri uang di masjid. 
  2. Citra memang gadis yang cantik, namun penampilannya tidak sebersih hati yang dimilikinya.
  3. Sungguh sedih rasanya aku mengatakan ini, tapi demi kebahagian masing-masing, aku ingin kita berteman saja. 
  4. Memang kesungguhan cintamu tak diragukan lagi, namun tidak dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Aku putuskan untuk membatalkan pernikahan ini.


Pada contoh 1) gaya bahasa apofasis atau preterisio ditandai dengan kalimat yang seolah-olah menyangkal fakta yang sebenarnya. Penutur sebenarnya ingin menegaskan bahwa ia akan mengatakan kepada masyarakat perbuatan mencuri mitra tuturnya tersebut. Pada contoh 2) gaya bahasa apofasis ditandai dengan kalimat yang seolah-olah menyangkal fakta yakni pertama-tama membicarakan Citra gadis yang cantik, namun kemudian menegaskan bahwa memiliki hati yang busuk. Pada contoh 3) gaya bahasa apofasis atau preterisio ditandai dengan kalimat yang seolah-olah menyangkal fakta yakni seorang kekasih yang ingin memutuskan pasangannya, namun pertama-tama merasa tidak enak hati. Begitu pula pada contoh 4) gaya bahasa apofasis atau preterisio ditandai dengan kalimat yang seolah-olah menyangkal. Penutur berusaha untuk berbicara baik-baik selanjutnya memutuskan kesepakatan bersama yakni pernikahan yang akan dilaksanakan.
Read More

Wednesday 23 August 2017

Anastrof (Gaya Bahasa Retoris)

Anastrof (Gaya Bahasa Retoris)


Anastrof atau inversi adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf, 2010: 130). Inversi adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi atau perubahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis (Ducrot dan Todorov dalam Tarigan, 2009: 85). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anastrof atau inversi adalah sejenis gaya bahasa retoris yang memindahkan atau membalikan kalimat atau mengubah susunan unsur-unsur konstruksi sintaksis dan dalam inversi predikat suatu kalimat disebutkan terlebih dahulu sebelum subjek tersebut.
Contoh: 

  1. Meranalah aku kini karena ulahmu.
  2. Dian dan Doni telah lahir kemarin pagi. 
  3. Bertemulah mereka untuk melepas rindu selama berpuluh-puluh tahun lamanya.
  4.  Muncullah dia dalam mimpi tidurku tadi malam.

Pada contoh 1) gaya bahasa anastrof atau inversi ditandai dengan kalimat yang terbalik. Kata-kata yang seharusnya yakni “aku kini merana karena ulahmu”. Pada contoh 2) gaya bahasa anastrof ditandai dengan kalimat yang terbalik. Kata-kata yang seharusnya yakni “telah lahir Dian dan Doni kemarin pagi”. Pada contoh 3) gaya bahasa anastrof atau inversi ditandai dengan kalimat yang terbalik. Kata-kata yang seharusnya yakni “mereka bertemu untuk melepas rindu selama berpuluh-puluh tahun lamanya”. Begitu pula pada contoh 4) gaya bahasa anastrof atau inversi ditandai dengan penggunaan kalimat yang terbalik. Kata-kata yang seharusnya yakni “dia muncul dalam mimpi tidurku tadi malam”.
Read More

Monday 21 August 2017

Asonansi (Gaya Bahasa Retoris)

Asonansi (Gaya Bahasa Retoris)


Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekadar keindahan (Keraf, 2010: 130). Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan (Tarigan, 2009: 176). Asonansi akan tampak bergelora pada karya-karya sejenis pantun yang mengutamakan bunyi vokal yang sama pada setiap akhir bait kedua dan akhir bait keempat. Berbeda dengan aliterasi yang mungkin dianggap agak berat dalam arti agak susah dicerna maknanya, asonansi justru terasa begitu ringan, baik dalam pengucapan maupun dalam pemaknaan. Salah satu tujuan asonansi adalah untuk menyampaikan pesan dalam ungkapan yang berwarna, tidak tembak langsung seperti ketika seorang jaksa bertanya kepada terdakwa (Sumadiria, 2010: 172). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa asonansi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang memiliki bunyi vokal yang sama untuk sekadar keindahan puisi ataupun prosa.
Contoh:

  1. Harum bunga kamboja menyebar kemana-mana 
  2. Gadis lugu itu mengadu kepada sang ibu karena ditertawakan.
  3. Cinta Murni suci dan abadi kepada sang suami.
  4. Tina dan Andra percaya akan saling cinta selamanya.


Pada contoh 1) mengandung gaya bahasa asonansi dikarenakan adanya perulangan bunyi vokal “a”. Pada contoh 2) mengandung gaya bahasa asonansi dikarenakan adanya perulangan bunyi vokal “u”. Pada contoh 3) mengandung gaya bahasa asonansi dikarenakan adanya perulangan bunyi vokal “i”. Begitu pula pada contoh 4) mengandung gaya bahasa asonansi dikarenakan adanya perulangan bunyi vokal “a”.
Read More