Monday 11 September 2017

Kiasmus (Gaya Bahasa Retoris)


Kiasmus (chiasmus) adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya (Keraf, 2010: 132). Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat (Ducrot dan Todorov dalam Tarigan, 2009: 180). Kiasmus adalah jenis peribahasa yang mengajak kita memasuki dunia logika sekaligus mempertanyakan nilai-nilai yang dikandungnya. Melalui kiasmus, kita diingatkan untuk senantiasa berpikir logis, berjiwa kritis, bersikap etis, dan berperilaku sosiologis (Sumadiria, 2010: 174). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kiasmus adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan kata dan dipertentangkan satu dengan lainnya.
Contoh:
  1. Tidak sepantasnya yang tua merasa muda, dan yang muda tak pantas menganggap dirinya tua.
  2. Pasar itu kadang ramai hingga sunyi saat krisis moneter, dan sunyi hingga ramai saat lebaran tiba.
  3. Anti tidak merasa sedih saat ia menang atau kalah dalam perlombaan karena ada kalanya ia akan kalah dan menang.
  4. Tidak usah heran bila orang gemuk ingin kurus, sedangkan orang kurus ingin gemuk.


Pada contoh 1) gaya bahasa kiasmus ditandai dengan perulangan kata tua dan muda. Pada contoh 2) gaya bahasa kiasmus ditandai dengan perulangan kata ramai dan sunyi. Pada contoh 3) gaya bahasa kiasmus ditandai dengan perulangan kata menang dan kalah. Pada contoh 4) gaya bahasa kiasmus ditandai dengan perulangan kata gemuk dan kurus.
Read More

Asidenton (Gaya Bahasa Retoris)


Asidenton (Gaya Bahasa Retoris)

Asidenton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya hanya dipisahkan saja dengan koma (Keraf, 2010: 131). Asidenton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk tersebut biasanya dipisahkan saja oleh tanda koma (Tarigan, 2009: 136). Asidenton merupakan gaya bahasa yang seperti disejejerkan segaris dalam sebuah etalase tembus pandang, dan semuanya diperlakukan sama. Efeknya tidak hanya kelincahan berbahasa yang didapat, tetapi juga khalayak yang kelelahan disegarkan kembali perhatian dan motivasinya (Sumadiria, 2010: 170). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa asidenton adalah gaya bahasa yang tidak menggunakan kata sambung namun menggunakan tanda koma sebagai penghubung antar kata, sehingga khalayak akan dengan cepat memaknakan dan mengikutinya.
Contoh:
  1. Raffi Ahmad, Luna Maya, Uya Kuya, Deddy Coubuzier adalah pembawa acara terbaik yang dimiliki Indonesia.
  2. Lomba balap karung, lomba kelereng, lomba memanjat pinang, lomba lari cepat, semua ada pada perayaan HUT RI di desa  Ciampela yang ke-47 ini. 
  3. Wanita pria, kaya miskin, tua muda, semuanya ikut serta dalam rangka hari kesehatan sedunia.
  4. Terserah padamu, kamu bilang aku liar, bandel, nakal, kekanakan, apalagi? Aku tak akan perduli.
  5. Pisau, garpu, sendok, meja, kursi, tempat tidur, adalah modal awal membangun sebuah kehidupan rumah tangga yang kecil dan bahagia.

Pada contoh 1) sampai 5) gaya bahasa asidenton ditandai dengan penggabungan beberapa kata tanpa menggunakan kata sambung, hanya menggunakan tanda koma.
Read More

Polisidenton (Gaya Bahasa Retoris)

Polisidenton (Gaya Bahasa Retoris)

Polisidenton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asidenton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung (Keraf, 2010: 131). Polisidenton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asidenton. Dalam polisidenton, beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung (Tarigan, 2009: 137). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa polisidenton adalah gaya bahasa yang menggunakan kata sambung sebagai penghubung dan kebalikan dari asidenton.
Contoh:
  1. Dewi mencuci baju terlebih dahulu, kemudian dibilas dengan air bersih, selanjutnya dijemur di tempat yang panas agar cepat kering.
  2. Mula-mula Albert memandang, mendekati, kemudian jatuh hati, selanjutnya menjalin hubungan yang resmi dengan Nita.
  3. Witra bergegas pergi ke kolam renang, dan berganti baju, kemudian langsung berenang dengan teman-temannya dan mereka sangat gembira.
  4. Ibu memasukkan gula pasir, memasukkan kopi, kemudian menuangkan air panas, dan mengaduk kopi tersebut.


Pada contoh 1) gaya bahasa polisidenton ditandai dengan penggunaan kata sambung “kemudian” dan kata sambung “selanjutnya”. Pada contoh 2) gaya bahasa polisidenton ditandai dengan penggunaan kata sambung “kemudian” dan “selanjutnya”. Pada contoh 3) gaya bahasa polisidenton ditandai dengan penggunaan kata sambung “dan”, “kemudian”, dan “dan”. Begitu pula pada contoh 4) gaya bahasa polisidenton ditandai dengan penggunaan kata sambung “kemudian” dan “dan”.

Read More