Karya : Ken Niyu (alfian.rohmadi@gmail.com)
Seketika tibalah Aku pada langkah yang menggiringku ke tempat yang
tak ku mengerti. Sebut saja namaku Adit, pria biasa yang bercita-cita ingin
jadi orang baik saja hehehe.
Saat ini aku berada di tempat yang tak ku ketahui dan kini aku tak
begitu menginginkan hal ini. Kakiku berjalan ke arah yang sebenarnya belum ku
inginkan. Tibalah aku di sekolah, tempat aku bekerja. Aku di sini bukan untuk
belajar atau mengajar, melainkan aku akan menikah. Entah mengapa aku bisa menikah di
tempat seperti ini. Ayah dan ibuku ada di sini dengan wajah sumringah
menantikan bagaimana kejadian ini akan segera berlangsung.
Aku bersama calon istriku (namanya Mahesa) bergandengan tangan,
seperti sepasang kekasih tua yang sedang ingin menyebrang jalan, lambat sekali
laju jalan kami, dan memang seharusnya begini, karena inilah arak-arakan
(budaya dalam pernikahan) dan aku masih tak mengerti mengapa aku bisa berada di
sini.
Akhirnya selesai juga acara ini, aku langsung pulang ke rumah
untuk beristirahat. Tak lama berselang, ayah dan ibuku tiba juga di rumah.
Anehnya, mereka pulang tidak sendiri dan aku melihat ayah ibuku berjalan ke rumah
dengan seorang pria tua. Ku lihat usia pak tua ini hampir sama dengan ayahku,
ditambah lagi pak tua ini mengenakan peci hitam di kepalanya. Sampailah mereka
ke dalam rumah dengan senyum aneh mereka. Aku seraya berkata dalam hati, "ada apa lagi ini?" Sudah ku duga, seperti ada yang aneh dengan
mereka dan ternyata benar, aku didudukkan di hadapan mereka. Ayah & ibuku
mengenalkan pria tua itu dan berkata, "kamu akan belajar akad dengan bapak
ini." Ternyata arak-arakan tadi pagi bukan berarti aku sudah menikah.
"Latihan akad ini untuk pernikahanmu minggu depan agar kamu lancar
mengucapkannya nanti," ucap ayah. "trus tadi yang arak-arakan itu
ngapain" pikirku. Aku makin tak mengerti tentang segala kejadian hari ini.
Kini aku mencoba menenangkan diri sejenak. Di pinggir lapangan
sepak bola di dekat kampungku, aku berencana ingin main bola dengan
teman-temanku. Seperti biasa, aku suka melihat seluruh lapangan dari sisi
tempat dudukku saat ini sebelum aku main bola. Entah mengapa aku melihat Mas Dani sedang duduk sendirian di sisi lain lapangan (aku memanggil
"Mas" untuk orang yang umurnya lebih tua dariku). Aku mencoba
mendekatinya dan ku lihat matanya menatap ke satu titik, sepertinya dia sedang
melamun. Aku menyapanya dan langsung dia menatapku cukup lama tanpa
mengeluarkan sepatah kata pun, kemudian Mas Dani kembali melihat kearah lain
dan kembali melamun. Ingin rasanya menyapanya lagi, tetapi mungkin saat ini dia
butuh waktu sendiri. Maka sesaat, ku biarkan dia tetap seperti itu.
Ketika Aku siap untuk bermain bola, muncul Mas Irwan yang juga
temanku, ternyata dia juga ingin main. Tiba-tiba, di saat yang sama, muncul
kejadian yang tak bisa dipercaya. Lawan tanding kami ternyata adalah ibu-ibu.
Aku dan Mas Irwan seakan tak bisa lagi menahan tawa. Di selah-selah tawaku, aku
melihat seorang wanita, dan ternyata dia calon istriku, dia bersama dengan
kumpulan ibu-ibu yang ingin main bola juga. Sekilas dia (calon istriku) kayak
ibu-ibu karena maennya sama ibu-ibu, tapi setelah beberapa detik ku lihat,
ternyata dia cantik. Tak disangka lawan main bolaku adalah calon istriku sendiri dan juga timnya (ibu-ibu). Semua berjalan seperti biasa tidak ada yang spesial karena
memang pada dasarnya aku tidak mengerti mengapa aku akan menikah.
Setelah selesai bermain bola, aku berniat menghampiri Mas Dani yang sejak tadi masih terpaku di tempat yang sama dan melamun. Kali ini Mas Dani merespon kedatanganku, lalu aku mulai menanyakan keadaannya, "kenapa mas?
Ngelamun aja." Mas Dani pun menjawab "Kamu tau Mahesa? Wanita yg
ingin kau nikahi? Dia pacarku." Sontak aku tertegum sesaat mendengar hal
ini. Aku berfikir mungkin hal inilah yang membuatnya termenung sedari tadi. Aku
pun menjawab, "Kog bisa, pacar Mas mau dinikahkan dengan saya dan kenapa Mas diam saja? Saya dan Mahesa, minggu depan baru akan menikah, kalau memang Dia pacar
Mas Dani, Mas Dani masih punya waktu." Sekarang menjadi berbalik, Mas Dani tertegum mendengar jawabanku. Detik demi detik berlalu, seketika Mas Irwan
datang dan berkata, "dia gak berani, gak berani nikahin Mahesa, gak berani
bilang ke orangtuanya, gak ada kejelasan sama pacarnya." Sepertinya Mas Irwan mendengar percakapan Aku dan Mas Dani.
Sementara Mas Dani masih tertetegum, Mas Irwan berbicara denganku
dan mengatakan bahwa yang membuat Aku menikah dengan Mahesa adalah dia. Mas Irwan lah yang menceritakan kepada ayah dan ibuku kalau kami saling mencintai
dan akhirnya, orang tua kami sepakat menikahkan kami.
Sementara itu, di dunia yang lain. Aku, Sang Penulis cerita ini, terbangun. Tepat pukul 03.00 malam, Aku terbangun dan tersenyum di malam itu.
Cerpen ini ku buat di hari dan jam yang sama setelah aku terbangun dari mimpi
ini. Penulis juga berencana akan langsung memosting cerpen ini pada pagi
harinya. Ada beberapa hal yang perlu diketahui, Mas Dani dan Mas Irwan memang
benar adalah temanku dan kami bekerja di tempat yang sama, tetapi bukan di
sekolah (seperti yang diceritakan cerpen ini). Bagaimana dengan Mahesa? Penulis
benar-benar tidak mengenalnya dan tanpa disengaja setelah terbangun dari mimpi,
penulis mencoba mengingat nama wanita yang ada dalam mimpinya dan ternyata
terlintas nama Mahesa hehehe. Sekian dan salam dari Penulis, Bye.. Bye..
EmoticonEmoticon